Seperti hari-hari akhir pekan yang lain, sabtu ahad adalah waktu padat bagi para Ustad Ustazah, tak terkecuali bagi Hj.Irena Handono yang umum masyarakat muslim di negeri ini mengenal beliau sebagai ‘mantan Biarawati’. Tak bedanya seperti ibu-ibu yang lain setelah shalat subuh beliau disibukkan dengan urusan dapur menyiapkan menu sarapan pagi bagi suami tercinta, Tengku Mansur Amin. Kebiasaan beliau yang khas adalah mengeraskan murathal dari Musyari Rasyid sambil melakukan aktivitas pagi.
Diskusi tentang Islam, dakwah, politik, budaya dan hampir tentang semua topik yang berhubungan dengan dengan masalah umat dibahas hangat disela-sela sarapan pagi. Bagi kami Tim Irena Center, waktu inilah kami mendapat banyak ilmu, perluasan wawasan dan motifasi dalam bekerja dakwah untuk umat.
Namun beberapa hari di minggu-minggu ini tidak seperti hari-hari lainnya, nampak ada kelelahan di garis-garis wajah beliau yang beliau sembunyikan di balik sinar mata yang selalu menyemangati kami untuk selalu efektif waktu dan mendoktrin kami untuk bekerja ikhlas karena Allah SWT. Beliau mengingatkan bahwa organisasi tertua, terbesar dan yang tersusun sangat rapi di dunia ini adalah organisasi musuh Islam, Vatikan. Maka mengalahkan mereka tidak bisa dengan bekerja setengah hati saja, tapi harus ada komitmen dan istiqomah.
Masa kecil Irena Handono
Beliau dilahirkan di Surabaya pada 30 Juli 1954 tengah-tengah keluarga katholik dengan nama kecil Han Hoo Lie. Di baptis ketika bayi dan dididik hidup religius dari aktif di sekolah minggu ketika masih anak-anak hingga mengikuti orgaisasi gereja ketika remaja, sempat menjadi Ketua Legio Maria dan kemudian beliau menseriusinya dengan meneruskan di biara. Bagi orang katholik, hidup yang paling mulia adalah hidup membiara, karena pengabdian total seluruh hidupnya hanya kepada Tuhan. Keputusan Irena-muda saat itu untuk masuk biara, sangat membuat orang tua beliau terkejut karena beliau satu-satunya anak perempuan dari lima bersaudara. Bagi mereka hidup terpisah dengan satu-satunya anak gadis mereka adalah berat.
Tak sulit bagi Irena-muda saat itu untuk memasuki biara Santa Ursulin di Bandung disamping karena prestasi akademik yang selalu memuaskan, beliau berasal dari keluarga yang berkecukupan materi yang menjadi salah satu donatur terbesar gereja di Indonesia. Kemudian beliau dan salah seorang teman mendapat tugas ganda, sehingga di usia 19 tahun, harus menekuni dua pendidikan sekaligus, disamping kuliah di Biara juga kuliah juga di Institut Filsafat Teologia Seminari Agung dimana beliau mengambil Fakultas Comparative Religion jurusan Islamologi.
Mengenal Islam
Dan justru di tempat itulah beliau mengenal Islam. Perdebatan dengan dosen pembimbing mengantarkan beliau untuk mendapatkan izin untuk mengakses informasi Islam dari sumber Islam yang saat itu beliau pilih adalah Al-Qur’an. Dan karena penyelenggaraan Allah-lah, beliau yang tidak mengerti cara membuka kitab Al-Qur’an sehingga yang beliau jumpai awal adalah surat Al-Ikhlas. Terjemah surat yang singkat ini cukup membuat beliau terhenyak dan guncang. ’Allah itu Ahad, Allah itu satu, Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia.’ Yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa perdebatan tentang konsep Trinitas dan hakekat Tuhan, yang akhirnya sampai pada analogi tukang kayu. Beliau yang terkenal cukup kristis dan logis mendebat dosen pembimbing dengan mengatakan bahwa : Kursi diciptakan oleh Tukang Kayu. Kursi adalah kursi dan meja adalah meja sampai seratus tahunpun akan tetap menjadi meja, tak akan mungkin meja menjadi Tukang Kayu (si penciptanya). Begitu pula dengan manusia, bahkan sampai kiamatpun akan tetap menjadi manusia. Manusia tak akan mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia. Saat itu jawaban yang didapatkan beliau dari dosen pembimbing adalah : ”tidak boleh! Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja! terima saja, telan saja. Kalau Anda ragu-ragu, hukumnya dosa!”
Keluar dari Biara
Kegelisahan di hati dan pikiran Irena-muda tidak sampai disitu saja dan tidak terhenti oleh ancaman dosa dari sang Pastur. Bahkan rasa tahu tentang Islam yang semakin dalam tersebut membuat beliau semakin rajin membaca Al-Quran hingga sampai pada kesimpulan bahwa agama yang benar dan sempurna itu cuma satu, Islam. Subhanaallah.
Keputusan keluar dari Biara adalah keputusan besar dalam hidup Irena-muda. Hanya karena penyelenggaraan Allah-lah, seminggu menjelang pelantikan menjadi seorang Suster, beliau jatuh sakit karena beban pikiran, kegelisahan yang cukup dalam dan kondisi kesehatan yang kurang baik. Kemudian oleh keluarga beliau dijemput untuk dirawat di Surabaya. Dengan keyakinan bahwa Islam agama Allah. Akhirnya Irena-muda memutuskan tidak kembali lagi ke Biara.
Menyatakan diri untuk menjadi muslim juga bukan hal yang mudah bagi beliau yang hidup di keluarga katholik yang mempunyai hubungan dekat dengan suster-suster gereja. Baru enam tahu setelah itu beliau menyatakan syahadat setelah pergelutan, pencarian, terpaan berbagai persoalan hidup yang mendera beliau. Dan orang pertama yang paling sedih dan bingung akan keputusan beliau adalah orang tua.
Dalam Islam
Pencarian akan Islam mempertemukan beliau dengan seorang Ustad, beliau adalah Kyai Haji Misbah (alm.), mantan ketua MUI Jawa Timur. Dengan Ulama inilah kemudian beliau dibimbing untuk mengucap dua kalimah syahadat di Masjid Al-Falah Surabaya. Saat itu tahun 1983, dan usia beliau 26 tahun.
Pada tahun 1992 beliau menunaikan rukun Islam kelima, ibadah Haji. Dan kemudian bergabung dan aktif di YPJHI (Yayasan Persaudaraan Jamaah Haji Indonesia) yang pada tahun 1998 dan 2000 beliau diberi amanah untuk menjadi pembimbing haji. Disamping kegiatan bisnis yang beliau geluti, beliau juga aktif di beberapa lembaga Islam diantaranya ICMI, PITI (Pembina Iman Tauhid Islam), Al-Ma’wa (Yayasan Pembina Muallaf) Surabaya.
Setelah pindah menetap di Jakarta beliaupun aktif di beberapa lembaga Islam antara lain, beliau menjadi Pengasuh Majlis Ta’lim Al-Muhtadin Masjid Agung Al-Azhar Jakarta, anggota presidium Forum Komunikasi Lembaga Pembina Muallaf (FKLPM), Penasehat Dewan Presidium Nasional Forum Gerakan Anti Pornografi dan Pornoaksi (FORGAPP), Penasehat Lembaga Advokasi Muslim (LAM), Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Muslimat Indonesia (GMI), sebuah ormas perempuan muslim, yang independent, lintas golongan, suku dan ras) berkedudukan di Jakarta dengan program khusus : Membentengi umat dari bahaya pendangkalan akidah dan bahaya pemurtadan. Bergabung juga di MAAI (Majlis Ilmuwan Muslimah se Dunia Cabang Indonesia), MPU (Muslimah Peduli Umat), Forum yang terdiri dari 49 ormas Muslimah dan sebagai Pendiri IRENA CENTER, sebuah lembaga kajian yang bergerak di pembentengan aqidah dan pembinaan muallaf.
Dakwah dan Fitnah
Beberapa buku dan berbagai VCD tausiyah, beliau terbitkan melalui Irena Center dengan tujuan dakwah membentengi aqidah umat Islam di Indonesia. Dua judul buku beliau yang fenomenal adalah ISLAM DIHUJAT dan yang terbaru adalah MENGUNGKAP FITNAH & TEROR.
Seperti judul yang beliau tulis, ternyata Fitnah dan Teror juga tidak pernah surut hingga hari ini. Alhamdulillah, beliau tetap tegar dan terus berupaya memberi manfaat terbaik bagi ummat. Bagi beliau sosialisasi penegakan Syariat Islam adalah wajib karena hanya dengan itulah bangsa ini bisa diselamatkan dari keterpurukan. Program yang sudah lebih dari tiga tahun beliau kampanyekan dan mendapat momen yang pas di akhir bulan desember tahun 2007 adalah mengajak umat Islam untuk BOIKOT PRODUK AS & YAHUDI. Beliau yakin hanya dengan cara inilah langkah efektif untuk menyerang perekonomian AS dan Israel, menghentikan kebiadaban mereka atas warga Palestina. Disamping gerakan ini secara otomatis akan menggulingkan perusahaan-perusahaan kapitalis di Indonesia juga akan menjadi awal kebangkitan perekonomian muslim serta perekonomian Indonesia.
Karena itu beliau sangat paham dan menganggap wajar jika apa yang beliau lakukan mengundang fitnah teror yang datang dari umat non muslim, namun yang disayangkan adalah jika fitnah teror tersebut berasal dari dalam umat Islam. Seperti ungkapan, ”Dilempar batu adalah sakit, tapi akan jauh menjadi lebih sakit jika yang melempar adalah saudara sendiri”. Himbauan yang selalu beliau sampaikan dari satu majlis taklim ke masjlis taklim yang lain adalah, sudah saatnya untuk umat Islam bersatu bukan berpecah belah sesama muslim. Problem umat demikian banyak, tanpa persatuan umat Islam semua ini tidak akan terselesaikan. Dan hanya musuh-musuh Allah (Qs.Al-Baqarah:120) serta kaki tangannyalah yang akan paling dirugikan jika umat Islam bersatu.
Hj. Irena Handono, antara Dakwah dan Fitnah
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)